Perjalanan Sunan Kalijaga: Dari Seorang Begal Menjadi Wali Mashur di Tanah Jawa
Ilustrasi Sunan Kalijaga |
Salah satu tokoh Wali Songo yang sangat berperan dalam menyebarkan dakwah di Pulau Jawa, Beliau mampu memasukan pengaruh ajaran Islam pada tradisi Jawa. Pada artikel ini kita akan membahas tentang riwayat atau sejarah Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga merupakan satu dari sembilan Wali yang memiliki perbedaan cukup menonjol dari para Wali lainnya. Perbedaan tersebut diantaranya yaitu dalam berpakaian dan dalam berdakwah menyebarkan Islam.
Dalam berpakaian Sunan Kalijaga lebih sering memakai pakaian yang berwarna hitam dengan blangkon khas Jawa yang Beliau pakai. Hal ini menandakan keluasan serta kesederhanaan Beliau.
Dalam berdakwah atau menyebarkan ajaran agama Islam, Sunan Kalijaga juga berbeda dengan para Wali lainnya. Beliau cenderung lebih halus atau pelan-pelan dalam memasukan ajaran Islam ke dalam kebiasaan atau tradisi Jawa. Sampai akhirnya Islam bisa masuk ke Pulau Jawa.
Menurut sejarah yang dikenal di masyarakat umum, Sunan Kalijaga memiliki nama asli yaitu Raden Mas Syahid atau Raden Said. Beliau anak seorang Adipati Tuban yang bernama Ki Tumenggung Wilatikta, namun ada juga yang mengatakan bahwa nama lengkap ayah Raden Mas Syahid adalah Raden Sahur Tumenggung Wilatikta.
Nama-nama lain dari Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Syahid atau Raden Said, Raden Abdurahman, Lokojoyo, dan Pangeran Tuban. Pada masa mudanya, Raden Mas Syahid merupakan seorang yang giat dalam mencari ilmu. Terutama ilmu Agama Islam, Beliau pernah berguru kepada Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Ampel.
Menurut cerita yang ada, Beliau diperkirakan lahir di tahun 1450. Asal-usul atau silsilah beliau ada yang berpendapat Raden Said atau Sunan Kalijaga merupakan orang pribumi Jawa asli. Pendapat tersebut berdasarkan pada cerita Babad Tuban yang menceritakan tentang penguasa Tuban pada tahun 1500 M.
Didalamnya diceritakan bahwa Raden Said merupakan cucu dari penguasa Islam pertama di Tuban yaitu ayahnya Sunan Kalijaga. Hal itu berdasarkan pada catatan Tome Pires pada tahun 1468 – 1540, Tome Pires merupakan seorang penulis dari Portugis yang pernah mencatat sejarah Tuban di periode 1468 – 1540.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan Sunan Kalijaga merupakan keturunan Arab yang memiliki silsilah sampai ke Nabi Muhammad SAW. Sejarawan yang bernama De Graaf berpendapat bahwa Sunan Kalijaga mempunyai silsilah dengan paman Nabi Muhammad SAW yakni Ibnu Abbas.
Menurut sejarah Sunan Kalijaga memiliki usia sampai 100 tahun, dengan begitu berarti Beliau mengalami berakhirnya kekuasan kerajaan Majapahit yang berakhir pada tahun 1478. Selain itu. Beliau juga mengalami masa Kesultanan Demak, Cirebon, dan Banten.
Bahkan juga merasakan masa Kerajaan Pajang yang berdiri pada tahun 1546, dan juga masa Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati. Beliau juga diriwayatkan ikut serta dalam merancang pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Cirebon.
Sebagai bukti disitu terdapat tiang utama yang merupakan hasil kreasi dari Sunan Kalijaga.
Keturunan Sunan Kalijaga
Ada salah satu riwayat yang mengatakan bahwa Raden Said atau Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak. Yang mana Maulana Ishak memiliki dua orang anak yakni Dewi Saroh dan Sunan Giri. Setelah menikah Beliau Sunan Kalijaga di karuniai 3 anak yakni R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah.Dalam riwayat lain yang tertera di isi buku PUSTAKA DARAH AGUNG, Sunan Kalijaga pernah menikah dengan Dewi Sarokah, putri dari Sunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Yang mana Sunan Gunung Jati juga merupakan salah satu guru dari Sunan Kalijaga.
Kehidupan Raden Said Sebelum Menjadi Wali
Ada salah satu cerita yang meriwayatkan asal-usul nama Sunan Kalijaga. Diceritakan sebelum mendapatkan nama Sunan Kalijaga atau Gelar Walisongo, Raden Said merupakan seorang yang sudah mengenal Islam sejak kecil, yakni melalui guru agama di Tuban.Raden Said merupakan putra Adipati yang dekat dan peduli dengan rakyat jelata, hal ini dibuktikan dengan masa muda Beliau yang pernah membela rakyat jelata di masa yang sulit.
Pada masa itu, terjadi musim kemarau panjang yang membuat para rakyat jelata gagal panen. Namun, dalam waktu yang bersamaan, pemerintahan pusat sedang membutuhkan dana yang besar untuk mengatasi pembangunan atau roda pemerintahan. Akhirnya mau tidak mau rakyat jelata harus mau untuk membayar pajak yang tinggi.
Melihat keadaan yang semakin kontradiksi antara pemerintahan dengan rakyat jelata, Raden Said yang dekat dengan rakyat jelata merasa harus membantu rakyat jelata. Akhirnya Raden Said tanpa pikir panjang melakukan perbuatan yang tidak terpuji demi menolong rakyat jelata.
Beliau mencuri hasil bumi yang tersimpan di gudang penyimpanan istana ayahnya.
Hasil bumi tersebut merupakan hasil dari upeti rakyat jelata yang akan disetorkan ke pemerintahan pusat. Biasanya malam-malam Raden Said membaca Al-Quran di kamarnya, kini Beliau keluar dan melakukan aksinya lalu langsung membagikan hasil aksinya tersebut secara tersembunyi-tersembunyi tanpa sepengetahuan rakyat jelata sekalipun.
Namun, seiring berjalannya waktu, penjaga gudang pun merasa curiga melihat barang-barang yang akan disetorkan ke pemerintahan pusat semakin berkurang. Melihat keadaan tersebut penjaga gudang pun semakin ketat dalam menjaga gudang penyimpanan tersebut.
Hingga pada suatu malam penjaga gudang merasa penasaran dengan masalah tersebut, dan sengaja meninggalkan gudang lalu mengintip dari kejauhan. Ternyata penjaga gudang tersebut berhasil memergoki aksi Raden Said, dan akhirnya Raden Said ditangkap dan dibawa ke hadapan ayahnya.
Raden Said pun dimarahi habis-habisan dan Beliau juga mendapatkan hukuman cambuk sebanyak dua ratus kali di tangannya karena mencuri. Selain itu, Raden Said juga disekap selama beberapa hari tidak boleh keluar rumah.
Mencuri untuk Menolong Rakyat Jelata
Setelah lepas dari sekapan, Raden Said tidak merasakan jera atas hukuman yang menimpanya. Beliau memutuskan untuk melakukan aksinya di luar istana, targetnya yaitu orang-orang kaya yang pelit. Hasil aksinya pun dibagikan lagi ke para rakyat jelata, karena Beliau melakukan aksi ini dengan niat untuk membantu rakyat jelata. Dalam aksinya di luar istana, Raden Said mengenakan pakaian serba hitam dan memakai topeng.Hingga suatu saat ada perampok asli yang mengetahui aksi beliau, dan akhirnya Beliau dijebak oleh si perampok asli. Di suatu malam, perampok tersebut melakukan perampokan sekaligus memperkosa wanita cantik dengan memakai pakaian yang sama seperti yang dipakai oleh Raden Said saat melakukan aksi.
Di saat Raden Said mau menolong wanita tersebut, perampok yang memperkosa itu berhasil meloloskan diri.
Dengan pakaian yang sama yaitu serba hitam dan memakai topeng, Raden Said pun terjebak di tempat tersebut. Hingga akhirnya Raden Said dikambing hitamkan oleh warga yang saat itu sudah mengepungnya. Dengan kejadian ini pun ayah Raden Said semakin kecewa dan langsung mengusirnya.
Tinggal di Hutan Jatiwangi
Setelah diusir Raden Said tinggal di hutan yang bernama Jatiwangi, namun Beliau tetap melakukan aksinya untuk menolong rakyat jelata. Namun, dengan membuang nama aslinya, Beliau memakai nama Brandal Lokajaya selama tinggal di hutan tersebut.Suatu ketika lewatlah seorang berpakaian serba putih dengan membawa tongkat yang gagangnya berkilau seperti emas. Beliau pun bermaksud melakukan aksi untuk merampas tongkat tersebut, namun kejadian tersebut malah membuat Raden Said tersentuh dan tersentak hatinya.
Kisah Pertemuan dengan Sunan Bonang
Ketika Raden Said merebut tongkat dari orang berbaju putih secara paksa menyebabkan orang tersebut tersungkur jatuh. Sambil mengeluarkan air mata dan tanpa suara orang itu pun bangun dengan susah payah.Sedangkan, Raden Said saat itu mengamati tongkat itu, sadar bahwa tongkat itu tidak terbuat dari emas.
Heran melihat orang berbaju putih itu menangis, akhirnya Raden Said pun mengembalikan tongkatnya.
Namun orang itu berkata “Bukan, tongkat itu yang aku tangisi” sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya. “Perhatikanlah Aku sudah berbuat dosa, melakukan perbuatan sia-sia. Rumput ini tercabut saat aku jatuh tadi.”
“Cuma beberapa helai rumput saja. Kamu merasa berdosa?” tanya Raden Said heran.
“Ya , memang berdosa! Karena kamu mencabutnya tanpa sebuah kebutuhan. Apabila untuk makanan ternak itu tidak apa. Namun apabila untuk sebuah kesia-siaan sungguh sebuah dosa!” jawab orang itu.
Kemudian Raden Said berfikir tentang apa yang sedang ia perbuat di tengah hutan seperti ini.
Setelah mengetahui perbuatan Raden Said, orang itu mengatakan sebuah perumpamaan terhadap perbuatan Raden Said.
Apa yang dilakukan Raden Said ibarat mencuci pakaian yang kotor menggunakan air kencing yang hanya akan menambah kotor dan bau pakaian tersebut. Raden Said pun tercekat mendengar pernyataan orang berbaju putih tersebut.
Raden Said pun semakin dibuat terpukau dengan keajaiban yang ditunjukkan dengan mengubah sebuah pohon aren menjadi pohon emas. Karena penasaran dan kagum, Raden Said memanjat pohon aren itu. Namun ketika hendak mengambil buahnya, tiba-tiba pohon itu rontok mengenai kepalanya. Akhirnya Beliau jatuh ke tanah dan pingsan.
Berguru kepada Sunan Bonang
Setelah bangun dari pingsan, Raden Said pun sadar bahwa orang berbaju putih itu bukan orang biasa. Sehingga timbul keinginan untuk belajar kepadanya. Akhirnya dikejarnya orang berbaju putih itu sekuat tenaga. Setelah berhasil mengejarnya ia pun menyampaikan keinginannya untuk berguru kepada orang berbaju putih itu.Kemudian diberikan sebuah syarat yaitu Raden Said diperintahkan untuk menjaga tongkat yang dibawa dan tidak boleh beranjak sebelum orang itu kembali menemuinya. Tiga tahun kemudian datanglah orang itu menemui Raden Said yang ternyata masih menjaga tongkat yang ditancapkan di pinggir kali (sungai).
Orang berbaju putih itu ternyata adalah Sunan Bonang. Kemudian Raden Said diajak pergi ke Tuban untuk diberi pelajaran agama. Sebagian orang percaya bahwa dari kisah inilah nama Sunan Kalijaga diberikan kepada Raden Said. Karena kata Kalijaga terdiri dari “kali” berarti sungai dan “jaga” berarti menjaga.
Menjadi Seorang Wali
Raden Said yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga merupakan anak muda yang cerdas, terampil, pemberani, dan berjiwa besar. Beliau mempelajari berbagai ilmu dari gurunya antara lain ilmu filsafat, syariah, kesenian, dan sebagainya.Sebab ilmunya yang luas, Sunan Kalijaga dikenal oleh masyarakat sebagai orang piawai dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat. Ditambah Beliau juga ahli dalam bidang sastra dan mampu membuat syair-syair jawa yang indah.
Dikarenakan ilmu-ilmu yang Beliau kuasai dan kepribadiannya itu, membuat Sunan Kalijaga termasuk sebagai salah satu “Walisongo” yang bergerak dibawah perintah Sultan Patah di Demak. Beliau diberikan tugas untuk berdakwah di wilayah-wilayah pedalaman yang rawan rawan kejahatan.